Berita Malang Raya

33 Tahun Pujiman Pangkas Rambut di Tempat Terbuka, Modal Pisau Cukur dari Pasar Loak

#MALANG - Ia membelinya dari pasar loak seharga Rp 7.500. Dulu, produk baru alat itu, kata Pujiman, harganya bisa mencapai Rp 700.000.

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Yuli
aflahul abidin
Pujiman (74) sudah 33 tahun jadi tukang cukur rambut di pinggir Jalan IR Rais, Kecamatan Sukun, Kota Malang. 

SURYA.co.id | MALANG - Pujiman (74) sudah 33 tahun setia dengan profesinya: tukang cukur rambung pinggir jalan. Saban hari tiap pukul 11.00 WIB, ia menata satu kursi dan memasang kaca serta tempat dudukan alat-alat cukur di dinding seng samping Jalan IR Rais, Kecamatan Sukun, Kota Malang.

Tempat kerja Pujiman terbuka dan benar-benar berada di pinggir jalan. Jaraknya dari batas aspal tak sampai dua meter.

Siang itu, saat Surya menemuinya, Pujiman tengah menyelesaikan pencukuran seorang kakek yang usaianya tak jauh dari usia Pujiman. Warga asli Kelurahan Tanjungrejo itu memangkas habis rambut pelanggannya sesuai permintaan: gundul.

Saat pelanggannya berdiri, ia menerima beberapa lembar uang Rp 2.000. Setelah uang itu ia kantongi, tak lama berselang seorang anak yang diantar bapaknya berganti duduk dan siap disulap rambutnya oleh Pujiman.

“Pelanggan di sini memang mulai dari anak-anak sampai orang tua. Bahkan sesekali ada juga perempuan,” katanya, sambil terus memainkan gunting, sisir dan jari-jari tangannya.

Tempat kerja Pujiman memang tak sama dengan sebagian besar tempat pangkas rambut lain. Selain terbuka, tempat itu juga bersebelahan dengan tempat pembuangan sampah warga sekitar. Meski begitu, Pujiman tak berniat berpindah. Ia masih terus memuka usaha jasa potong rambut di sana sampai dirinya lelah dan tak sanggup.

“Orang kebanyakan memberi Rp 5000 untuk sekali pangkas rambut. Tapi ada juga yang memberi lebih. Saya anggap saja itu rezeki saya,” tambahnya.

Meski sudah tertinggal jauh dengan tempat pangkas modern, ia mengaku jarang sepi pelanggan. Antara enam sampai tiga belas orang bisa dia pangkas rambutnya hingga pukul 17.00 WIB. Saat rame, ia pernah mendapat 18 pelanggan. Namun saat sepi, tak jarang tak satupun pelanggan datang padanya. Ini sering terjadi jika hujan teras mengguyur.

Soal rame dan sepinya pelanggan, Pujiman sebenarnya tak ambil pusing. “Kalau rame diterima, sepi juga diterima,” katanya. Toh, selain memotong rambut, ia juga menjahit di rumah. Kerajinan ini sudah sembilan tahun ia jalani.

Pujiman menunjukkan semangat tinggi saat diajak berbicara tentang teknik memangkas rambut dan kemampuan merawat peralatannya.

“Kalau ada model baru, saya lihat malam ini, besok sudah bisa menirunya,” umbarnya. Ia juga sesumbar, tidak akan grogi meskipun andai ada 20 tukang potong baru yang membuka usaha sama di tempat dekat dengan tempatnya mencukur.
Dia juga memabanggakan keahliannya merawat dua alat cukur andalannya.

Alat ini serupa dengan mesin cukur yang ada di barbershop. Namun, alat yang dimiliki Pujiman menggunakan tuas manual. Pujiman memiliki dua unit alat itu. Ia membelinya dari pasar loak seharga Rp 7.500. Dulu, produk baru alat itu, kata Pujiman, harganya bisa mencapai Rp 700.000.

“Saya beli di pasar loak. Lalu saya rawat. Saya baguskan. Keahlian membaguskan ini yang tidak banyak dimiliki orang. Beberapa tukang rambut di Kabupaten Malang kalau mau memperbaiki alat ini datangnya ke saya,” pungkasnya.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved