Berita Surabaya
Impian Mbah Kasmini ke Tanah Suci Sirna; 10 Tahun Nabung dari Hasil Jualan Kue Ulat di Pasar Kampung
Meski sudah sepuh tapi ia masih kuat. Perempuan ini sehari-hari berjualan kue ulat (kue dari tapioka yang rasanya kenyal khas kampung. Biasanya warna
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Mbah Kasmini (70) asal Jatirogo, Kabupaten Tuban, hanya bisa menatap kosong ruang lobi Hotel Halogen, Sidoarjo. Sambil terus memegangi tas koper pemberian biro travel, sesekali dia menatap tajam fotonya yang terpampang di cover tas koper itu.
Tertulis di cover yang sama, perempuan ini sebagai jemaah umrah dari biro travel, Aya Sofya Jakarta. Berbeda dengan jemaah lainnya yang bisa saling ngobrol dengan keluarga atau pasangannya. Mbah Kasmini hanya sendiri. "Kulo piyambaan," ucapnya polos.
Meski sudah sepuh tapi ia masih kuat. Perempuan ini sehari-hari berjualan kue ulat (kue dari tapioka yang rasanya kenyal khas kampung. Biasanya warna merah) di pasar.
Satu porsi hanya seribu perak. Belakangan dia menjualnya Rp 2.000. Hasilnya dikumpulkan sedikit demi sedikit.
"Nek sepuluh tahun nggih langkung kulo sadean uler-uleran sing kenyil-kenyil niku. Kadang sedinten angsal Rp 20.000. Sing sepalih damel maem, sing sepaleh kulo simpen," ucap Mbah Kasmini polos, saat ditemui.
Dia tak bisa bahasa Indonesia. Dia mengaku sudah lebih dari sepuluh tahun jualan kue di pasar kampung. Hasilnya sebagian buat makan, sebagian disimpan. Karena naik haji lama dan lebih mahal, ibadah umrah adalah pilihan yang paling masuk akal.
Mbah Kasmini ini hanya tinggal sendiri di rumah. Empat anaknya merantau di luar pulau dan Semarang.
Saat berdiam di lobi hotel, perempuan dari kampung ini merasa tak nyaman karena harus kena AC hotel. Duduknya pun sambil kedua tangan terus bersendekap.
"Asrep nang kene (dingin di hotel ini)," ucapnya.
Tak terasa, hasil mengumpulkan uang belasan tahun itu cukup untuk beribadah umrah ke Tanah Suci. Rp 27 juta disetorkan.
Dia pun senang karena enam bulan lalu berhasil mendaftar melalui biro travel. Dia ikut warga kampung yang juga banyak medaftar ikut umrah.
Namun, tak menyangka bahwa impian perjalanan ke tanah suci terhenti di hotel dekat Bandara Juanda.
Padahal dari kampung di Jatirogo, Mbah Kasmini membayangkan bagaimana rasanya naik pesawat. Dia juga tak sabar ingin beribadah di tanah suci.
Jangankan ke bandara naik pesawat, lihat pesawat saja tidak keturutan. "Rupone pesawat koyo opo, aku yo ora weruh."
Dalam situasi saat ini, perempuan itu mengaku menurut saja apa kata koordinator jemaah. Namun dia tetap ingin berangkat ke tanah suci.
Sebab, empat anaknya sudah telanjur datang ke kampung dari rantau saat menjelang berangkat Sabtu kemarin. Meski akhirnya ditunda Selasa. Dan kini ditunda Sabtu besok (5/3/2016).
Jemaah umrah lainnya, Darsiyem, lebih beruntung. Pemilik tambak luas di Tuban ini relatif tenang. Selain karena didampingi suaminya, Darkah. Keduanya juga sudah naik haji.
"Ada tawaran umrah dan banyak warga kampung ikut, ya kami ikut," kata Darsiyem.
Perempuan ini tinggal di Desa Magersari, Kecamatan Plumpang, Tuban. Ada 14 warga satu kampungnya yang ikut umrah.
Saat mengetahui kalau dirinya gagal berangkat, Darsiyem dimarahi anak-anaknya yang bekerja di Surabaya.
"Kami masih diminta menunggu sampai Sabtu. Kami berbaik sangka saja. Sudah ada iktikad baik biro travel. Ditunggu saja besok Sabtu bagaimana," kata Darsiyem yang sore tadi dikunjungi anak-anaknya.