Pemberantasan Korupsi
Halaqah Ini Matangkan Rencana Kurikulum Anti Korupsi di Pesantren
#SURABAYA - Kalau cuma di pesantren jadinya seperti alumni pesantren ini banyak melakukan tindakan korupsi.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Yuli
SURYA.co.id | SURABAYA – LSM Malang Corruption Watch (MCW) mengusulkan pengajaran kurikulum anti korupsi di pesantren Jawa Timur.
Usulan itu dikaji melalui beberapa kali pertemuan.
Kajian sebelumnya menghadirkan tokoh ulama dan akademisi di Jatim, pada Oktober 2015.
Pertemuan ketiga dilakukan di Surabaya untuk membuat laporan detail penerapan kurikulum ini.
Kepala Divisi Monitoring Korupsi Pelayanan Publik (MCW), M Fahrudin, mejelaskan, pesantren turut berperan layaknya pendidikan formal untuk menghasilkan generasi bangsa.
Apalagi, pesantren banyak menerapkan ilmu agama yang juga mendorong perilaku anti korupsi.
“Dari pertemuan ini kami ingin mendengar pesantren dalam menyampaikan model pendidikan yang diterapkan sehingga bisa kami lakukan pendekatan interventif pendidikan,” ujarnya dalam Halaqah Anti Korupsi II di Museum Nahdlatul Ulama, Surabaya, Sabtu (26/12/2015).
MCW juga berusaha menjalin hubungan dengan Kemenag untuk bisa mengakses secara luas penerapan kurikulum ini.
Menurutnya, penerapan kurikulum ini juga bisa diintegrasikan dengan pelajaran yang ada. Atau pada sub tema pendidikan.
Misalkan tanggung jawab, kedisiplinan dan beberapa ajaran akhlak sesuai kitab yang telah diajarkan.
“Setidaknya pendidikan anti korupsi ini tidak hanya sebatas seminar ke sekolah-sekolah. Bisa menyasar pendidikan diniyah tingkat awal sampai lanjutan, minimal muncul draftnya dalam waktu dekat ini,” tegas pria yang memantau berbagai pungutan liar di sekolah ini.
Halaqah pertama diadakan di Sutorejo, Situbondo dengan membedah buku koruptor itu kafir.
Kajian ini juga mellibatkan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama ( Lakpesdam NU), Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) NU dan Koalisi jaringan anti korupsi.
Sementara itu, pengurus pesantren Ngalah, Purwosari Pasuruan, Ikhwanul Muqthohirin, menjelaskan, pondok pesantrennya menanungi Madrasah Diniyah mulai ibtidaiyah, mustiah, mualimin dan mualimat.
Dan penerapan anti korupsi sebagai kurikulum merupakan pertimbangan yang bisa dilakukan.
“Kurikulum diniyah kami sudah ditentukan. Tidak bisa dikurangi tapi bisa ditambah,” ujarnya.
Dikatakannya selama ini pengajaran anti korupsi dilakukan secara tematik.
Dengan membicarakan pasal yang dipelajari seperti pencurian dan akidah yang sesuai dengan kitab fiqih dan amalan khat yang dipelajari.
Bahkan menurutnya di pondok salaf, kebanyakan pondoknya kecil tetapi memiliki pengaruh yang besar di daerahnya.
Substansi perilaku yang baik sudah menjadi aturan yang berubah menjadi tradisi.
“Sebagai warga negara ngomong antikorupsi itu berhubungan dalam menjalankan tugas dan amanah. Penting juga dimasukkan secara kurikulum,” ujarnya.
Namun, substansi di pesantren mulai dari aturan dan sanksi juga sudah ada dalam undang-undang hukum pesantren. Aturan
di pesantren sudah mengarah ke perilaku anti korupsi yang mengawal perilaku santri.
“Kalau bisa di sekolah formal juga ada, bisa dimasukkan dalam pelajaran agama. Dan Bisa penyuluhan rutin saja,” tegas Ikhwan
Senada dengan Ikhwan, Muhammad Fahmi, anggota Lakpesdam NU Jatim, menuturkan, penerapan kurikulum anti korupsi ini lebih baik dilakukan dalam pendidikan formal.
“Cakupannya kalau bisa semua tingkatan pendidikan. Kalau cuma di pesantren jadinya seperti alumni pesantren ini banyak melakukan tindakan korupsi,” pungkas Fahmi.