Inovasi
Arek Universitas Jember Ubah Asap Jadi Energi Listrik
#JEMBER - Asap sampah itu mengganggu. Tentu saja kesal. Namun kemudian setelah saya pikir, asap sampah menimbulkan panas yang bisa digunakan.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Yuli
SURYA.co.id | JEMBER - Awalnya kesal karena penjaga malam di sekitar rumah kosnya kerap membakar sampah di malam hari. Asap pembakaran sampah itu mengganggu.
Namun belakangan asap pembakaran sampah itu pula yang menjadi ide Power Bank by Gas (POB'S) oleh mahasiswa Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Jember.
Power bank tersebut juga akhirnya yang terpilih mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-28 di Kendari, Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu.
Dari sesuatu yang negatif itu pula, akhirnya tercipta inovasi berdaya guna, menuai pujian dan menjadi produk favorit dalam Pimnas lalu.
Itulah sekelumit cerita dari Anggun Ariningsum, salah satu anggota tim yang membuat power bank by gas tersebut. Ari, panggilan akrabnya merupakan mahasiswa jurusan Matematika F-MIPA Unej.
Ia mengaku kerap kesal kepada penjaga malam rumah kosnya karena kerap membakar sampah di sekitar rumah kosnya.
"Asap sampah itu mengganggu. Tentu saja kesal. Namun kemudian setelah saya pikir, asap sampah menimbulkan panas yang bisa digunakan," ujar Ari.
Pemikiran itu disokong empat orang temannya yakni Azizah, Putri Sultan Maredh Jawi, Nurul Mahmudah, dan Rosalia Dwi Sukmadewi.
Kelima mahasiswa ini beradal dari tiga jurusan di F-MIPA. Rosalia dari jurusan Fisika, sedangkan Azizah, Putri dan Nurul berasal dari jurusan Biologi.
Ide tentang asap sampah itu muncul setelah dosen pembimbing mereka, Puguh HIskiawan melontarkan tantangan membuat power bank aneh untuk bisa lolos ke Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang menjadi gerbang masuk ke Pimnas.
Awalnya sempat muncul ide memakai panas dari turbin atau generator. Namun setelah uji coba, pemakaian itu tidak maksimal sehingga dilupakan.
Kemudian datanglah ide tentang asap pembakaran sampah itu. Karena ternyata bukan asap dari pembakaran sampah saja yang menghasilkan panas, namun juga asap dan panas dari api unggun, dari pembakaran briket, panas gas dari kompor, panas dan uap dari rice cooker, uap dari alat pelunak tulang (presto) dan sebagainya bisa dipakai.
Cara kerjanya, asap/uap/panas itu diserap dan dikumpulkan dalam sebuah sensor peltier. Sensor itu mengubah panas menjadi daya listrik. Barulah kemudian listrik itu disimpan di sebuah power bank.
"Sehingga kami namakan power bank by gas, karena panas dan uap itu termasuk gas sih," imbuh Putri.
Kelima mahasiswa itu menguji-coba teknologi tepat guna yang mereka buat selama tiga bulan. Mereka membuat rangkai sensor peltier dan ditempatkan di atas tungku buatan mereka. Tungku itu menjadi tempat pembakaran briket atau arang.
Asap dan panas dari pembakaran itu ditangkap oleh sensor peltier. Panas yang tersimpan di sensor itu berubah menjadi listrik, yang kemudian disimpan di sebuah tempat penyimpanan.
Tempat penyimpanan yang dipilih oleh mahasiswa itu adalah power bank. Power bank yang mereka buat juga sederhana yakni rangkaian paralon dan baterai kosong (rechargeable).
Listrik itu yang tersimpan di power bank itulah yang bisa dipakai. Para mahasiswa itu memilih power bank sebagai tempat penyimpanan listrik karena alat itulah yang kini menjadi pelengkap gaya hidup generasi saat ini.
"Mereka yang punya smartphone pasti punya power bank, sebagian besar pasti punya. Selama ini kan tergantung kepada listrik dari PLN. Nah, ini bagaimana power bank ini tidak tergantung listrik dari PLN tetapi listrik yang diubah dari panas uap dan asap. Tentu saja ini juga berfungsi untuk mendaur ulang polusi dari yang negatif menjadi positif," imbuh Rosalia.
Power bank hemat tersebut cocok dipakai untuk mereka yang tidak mendapatkan pasokan listrik dari PLN. Karena hanya berbekal api unggun, atau kompor gas, bisa disulap menjadi aliran listrik.
Dalam skala lebih besar, Ari mencontohkan, uap yang dihasilkan dari industri pembuatan tahu bisa dikumpulkan untuk diubah menjadi listrik. Listrik itu bisa dipakai untuk menghidupkan diesel mereka yang selama ini berbahan baku solar.
"Jadi berputar, seperti tadi dibilang teman saya, mendaur ulang sehingga ramah lingkungan," tegasnya.
Sebagai awalan, power bank yang mereka buat berkapasitas 2.700 mAH. Power bank itu bisa mengisi smartphone berukuran 5 inchi dalam empat kali pengisian baterai.
Dan dalam mimpi besar para mahasiswa itu, bencana asap yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan bisa diubah menjadi listrik. Asap akibat pembakaran lahan gambut itu ditampung, dikumpulkan, untuk kemudian diolah dan diubah menjadi listrik.
"Jadi tidak dieskpor atau dihirup oleh anak-anak. Mungkin perusahaan bisa diberi syarat agar menampung asap mereka, kemudian diubah menjadi listrik," tukas Ari.
Kini kelima mahasiswa tersebut terus mematangkan inovasi mereka. Mereka akan membuat sensor peltier dan power bank itu dalam kesatuan yang cantik.
"Dan kami dalam proses mematenkan produk ini, karena bisa saya sebut ini yang pertama di dunia. Memang ada power bank dari gas buang, atau power bank dari gasolin, tetapi dari panas uap atau asap dengan alat yang jauh dari lokasi pengambilan masih belum ada," imbuh Puguh, sang dosen pembimbing.
Sebagai syarat untuk mematenkan produk itu, mahasiswa itu sudah mempublikasikan inovasi mereka melalui video yang diunggah di Youtube, pamflet yang disebar ke masyarakat dan seminar.