Belajar dari Alam untuk Mempetahankan Kebudayaan di Pulau Bawean

Untuk proses belajar mengajar puluhan santri cukup berteduh di bawah langit malam yang dihembus angin pantai serta lantai yang masih tanah liat.

Penulis: Sugiyono | Editor: Heru Pramono
zoom-inlihat foto Belajar dari Alam untuk Mempetahankan Kebudayaan di Pulau Bawean
surya/moch sugiyono
ALAM – Proses belajar mengajar di Taman Santri Penaber, Desa Sukaoneng, Kecamatan Tambak yang menggunakan keindahan alam sebagai tempat belajar, Sabtu (1/11/2014) .

SURYA Online, GRESIK – Pulau Bawean, sebuah pulau di Kabupaten Gresik yang jauhnya 80 mil dari daratan ini mempunyai banyak model pembelajaran untuk mempertahankan budaya serta meneruskan perjuangan leluhur.

Dari pantauan Surya Online, saat acara Peringatan Hari Jadi Nusantara (HJN) ke XV, di Pulau Bawean disertai ekspedisi Pulau Bawean pada Jumat (24/10/2014), terdapat sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) yang tradisional tapi modren yaitu Taman Bacaan Santri Pesantren Nasy'atul Barokah (Taman Santri Penaber) di Desa Sukaoneng, Kecamatan Tambak.

Untuk proses belajar mengajar puluhan santri cukup berteduh di bawah langit malam yang dihembus angin pantai serta lantai yang masih tanah liat. Selain itu juga ada yang belajar di gubuk panggung dengan atap dari anyaman daun kepala yang sudah dikeringkan dan dinding dari gedebok pisang yang sudah dikeringkan kemudian apit dengan bambu serta lantai dari kayu.

Yang unik lagi, santri-santri belajar kelompok terdiri dari santri putri dan santri putra. Masing-masing terdapat lap top yang terkoneksi dengan wifi internet. Mereka tidak asik main jejaring sosial seperti facebook, twitter dan instagram, melainkan asik belajar kitab kuning dengan mencari literatur dan pembanding dari internet. Misalnya, kitab Nashohiul Ibad dan kitab Riyadus Shalihin.

Dari masing-masing kelompok ada ustad atau guru yang selalu mengontrol dan mengawasi dari jarak dekat dan jauh proses belajar yang dilakukan santri.

Untuk mengurangi rasa bosan dan jenuh, proses belajar mengajar terkadang juga diiringi dengan alunan musik. Mulai musik bernuansa religius, musik modern atau barat sampai musik nasidariah.

Ponpes yang dirikan sekitar tahun 2001 ini baru memiliki santri sedikitnya 70 santri. 40 santri laki-laki dan 30 santri perempuan. Santri-santri tersebut ada yang menginap ada juga pulang ke rumah karena dekat dengan lokasi.

Di Taman Santri Penaber tersebut juga terdapat lembaga pendidikan formal yang sekarang angkatan pertama masih kelas dua Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah baru kelas satu. Taman Santri Penaber ini diasuh oleh seorang ustad yaitu Ustad Musthofa (44) dengan dibantu 13 pengajar khusus Ponpes.

“Tempat pendidikan ini untuk menampung anak-anak yang ditinggal orang tuanya merantau di luar negeri dan yang masih tinggal di Pulau Bawean. Pendidikan dasar tentang agama sangat penting bagi kelangsungan hidup Pulau Bawean dengan berkembanganya dunia komunikasi internet dan perkembangan turis asing yang akan berkunjung ke Pulau Bawean. Pendidikan agama ini juga menjadi benteng Pulau Bawean untuk mempertahankan adat, budaya dan agama,” kata Musthofa dengan singkat, Sabtu (1/11/2014).

Pulau Bawean sendiri sampai saat ini masih kurang sarana prasarana pendukung, seperti energi listrik, tranportasi angkutan umum, udara dan laut. Sarana Jalan Lingkar Bawean (JLB) sepanjang 54 Kilometer belum juga mulus. Tambal sulam perbaikan jalan menjadi alasan Pemkab Gresik dalam pelayanan sarana jalan umum sejak 2011 sampai sekarang juga belum tuntas.

Anggaran puluhan miliar setiap tahun untuk JLB dan sarana di Pulau Bawean sangat rentan untuk diselewengkan sebab jauh dari pengawasan. Harapannya sampai sekarang adalah Pulau Bawean menjadi pulau wisata seperti Bali, Batam dan Lombok sebab mempunyai pantai, pulau dan bukit yang masih asli dan asri.

Tags
Bawean
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved