Gorengan Girang
Gor Gir Lahir Setelah Berjualan Sejak Lulus SMA
Saya dulu memperhatikan saudara yang punya usaha sendiri kok kelihatannya enak, bisa memberi manfaat ke orang lain, leluasa membagi waktu
Penulis: Dyan Rekohadi | Editor: Yoni
SURYA Online,SURABAYA - Jajanan harian yang biasa ditemui dapat menjadi lebih menarik jika dikemas dan dikelola secara tepat.
Di tangan Ahmad Luthfi Amrulah, jajanan gorengan yang bisa dibeli di banyak penjual di pinggir jalan, kini bisa menjadi jajanan berkelas yang bernama Gorengan Girang.
Kedai Gorengan Girang (Gogir) kini mulai banyak dikenal dan dikunjungi pelanggan. Ahmad Lutfi merasa lebih tertantang karena usahanya selama ini mulai menunjukkan hasil signifikan.
Keberadaan kedai yang buka mulai pukul 10.00 WIB sampai 22.00 WIB itu menjadi bagian dari serangkian perjuangan Lutfi dalam berbisnis.
Sebelum berada di kondisi yang sekarang, anak kedua dari tiga bersaudara itu sudah beberapa kali merasakan jatuh bangun dalam berdagang.
Sebelum menggeluti bisnis Gogir Luthfi pernah membuat usaha, berjualan lilin hias dan minuman teh. Usaha pembuatan dan penjualan itu sudah dilakoninya sejak awal masuk kuliah.
“Saya dulu memperhatikan saudara yang punya usaha sendiri kok kelihatannya enak, bisa memberi manfaat ke orang lain, leluasa membagi waktu, penghasilan tetap ada, jadi sejak SMA saya sudah langsung kepikiran untuk membuat usaha sendiri, begitu lulus SMA langsung coba-coba,” kisah Lutfi.
Pertama kali Lutfi membuka usaha bersama temannya. Ia membuat lilin hias dan menjualnya.
Penjualan produk dilakukan ke orang-orang terdekat dan dititipkan ke beberapa toko. Tapi usaha itu tidak bertahan lama.
Gagal di usaha pertama, Luthfi mencoba membuka usaha baru.
Ia mencoba-coba jualan dari produk souvenir hingga pecel. Salah satu usahanya yang bertahan cukup lama adalah saat menjual produk minuman teh.
Ia membuat minuman teh racikan dengan merek sendiri.
Usaha ini dijalaninya cukup lama, sekitar dua tahun. Meski usaha penjualan teh berjalan cukup stabil, Lutfi tidak merasa puas. Ia menilai usaha itu sulit berkembang.
“Saya hanya bisa berjualan seminggu sekali, waktu itu di halaman masjid Agung (Surabaya). Saya mau masuk ke sekolah-sekolah juga sulit, sudah ada produk lain yang masuk,” kenangnya.
Setelah sempat galau, Luthfi akhirnya memilih mencoba untuk mencari usaha lain.
Pertemuannya dengan komunitas pengusaha-pengusaha muda mampu mendorongnya melahirkan usaha Gorgir yang kini dijalani.
“Dari pengalaman sebelumnya saya melihat ada banyak kekurangan di sisi marketing, kadang kita bisa buat produk yang bagus tapi tidak bisa memasarkannya sehingga tidak banyak orang yang tahu produk kita. Lagipula sebelumnya saya membuat usaha dengan pola patungan dengan teman yang mungkin pola pikirnya tidak sama. Sekarang mengembangkan usaha sendiri lebih leluasa berkreasi,” papar Luthfi.