Fly Over Jombang Molor, Lebaran Dijamin Macet Hebat
Pengenaan biaya sebesar itu dilakukan guna mengantisipasi gangguan layanan KA.
Penulis: Sutono | Editor: Satwika Rumeksa

surya/sutono
Proyek fly over (jembatan layang) di perlintasan kereta api (KA) Peterongan, Jombang. Pada bagian yang meloncati rel hingga kini belum tersambung.
SURYA Online, JOMBANG–Kemacetan hebat diprediksi masih akan terjadi di jalur perlintasan kereta api (KA) Peterongan, Jombang, selama arus mudik dan balik Idul Fitri nanti.
Ini menyusul pengerjaan proyek jembatan layang (fly over) yang terancam molor dari jadwal. Padahal, fly over itu diharapkan mampu mengurai kemacetan di perlintasan KA tersebut.
“Targetnya H-10 Idul Fitri, sudah bisa digunakan. Tapi melihat perkembangannya, sulit terealisasi,” kata Kanit Patroli Satlantas Polres Jombang, Iptu Ponirtan, saat meninjau proyek tersebut, Jumat (14/6/2013).
Itulah sebabnya, dia tetap menyiapkan sejumlah langkah guna mengantisipasi kemacetan. Bersama Dishub, PU dan PT Waskita selaku pelaksana proyek, pihaknya berembuk terkait berbagai kemungkinan yang bisa diambil menyikapi kondisi tersebut.
Pengawas lapangan PU Jatim, M Akson yang turut hadir menyatakan pihaknya tetap berupaya mengawal agar penyelesaian proyek sesuai jadwal. “Kami tetap mengupayakan berbagai langkah prosedural agar proyek selesai sesuai jadwal,” paparnya.
Pelaksana proyek PT Waskita tidak dapat memastikan apakah lebaran jembatan layang sudah bisa dioperasionalkan. “Kami tinggal butuh satu bulan lagi untuk menyelesaikan. Tapi kami terhambat izin dari PT KAI (Kereta Api Indonesia),” kata Kepala Bagian Lapangan PT Waskita, Sutrimo.
Sutrimo menuturkan, sekarang ini sebenarnya dia sudah bisa memasang steelbox girder untuk menyambung dua sisi jembatan yang meloncati rel KA. Namun untuk pemasangan itu pihaknya butuh izin dari PT KAI.
“Izin itulah yang sampai sekarang belum kita peroleh,” kilah Sutrimo. Padahal, pemasangan menurutnya bisa dilakukan saat jam-jam sepi lewatnya KA.
“Jam 22.00 sampai 04.00 WIB tidak ada KA lewat. Pada jam-jam itu kami biasanya memasang beton-beton besar. Tapi kali ini begitu mau memasang ‘steelbox girder’, kami diharuskan dapat izin dulu,” bebernya.
Izin itu pun, katanya, tidak gratis. “Kami diharuskan bayar Rp 1 juta untuk setiap 60 detik. Untuk nyambung diperkiraan butuh 180 menit, sehingga kami harus bayar Rp 180 juta. Kami keberatan karena tak ada anggarannya,” paparnya.
Pengenaan biaya sebesar itu dilakukan guna mengantisipasi gangguan layanan KA. Karena sebelumnya, PT KAI pernah diklaim penumpang akibat tersendatnya perjalanan lantaran terjadinya gangguan pada saat pemasangan steelbox girder di daerah lain.
“Hari ini kami rapat membahas permintaan PT KAI itu,” kata Sutrimo. Jika hari ini izin PT KAI turun, Sutrimo yakin H-10 Lebaran jalan layang sudah dapat digunakan.
Ini menyusul pengerjaan proyek jembatan layang (fly over) yang terancam molor dari jadwal. Padahal, fly over itu diharapkan mampu mengurai kemacetan di perlintasan KA tersebut.
“Targetnya H-10 Idul Fitri, sudah bisa digunakan. Tapi melihat perkembangannya, sulit terealisasi,” kata Kanit Patroli Satlantas Polres Jombang, Iptu Ponirtan, saat meninjau proyek tersebut, Jumat (14/6/2013).
Itulah sebabnya, dia tetap menyiapkan sejumlah langkah guna mengantisipasi kemacetan. Bersama Dishub, PU dan PT Waskita selaku pelaksana proyek, pihaknya berembuk terkait berbagai kemungkinan yang bisa diambil menyikapi kondisi tersebut.
Pengawas lapangan PU Jatim, M Akson yang turut hadir menyatakan pihaknya tetap berupaya mengawal agar penyelesaian proyek sesuai jadwal. “Kami tetap mengupayakan berbagai langkah prosedural agar proyek selesai sesuai jadwal,” paparnya.
Pelaksana proyek PT Waskita tidak dapat memastikan apakah lebaran jembatan layang sudah bisa dioperasionalkan. “Kami tinggal butuh satu bulan lagi untuk menyelesaikan. Tapi kami terhambat izin dari PT KAI (Kereta Api Indonesia),” kata Kepala Bagian Lapangan PT Waskita, Sutrimo.
Sutrimo menuturkan, sekarang ini sebenarnya dia sudah bisa memasang steelbox girder untuk menyambung dua sisi jembatan yang meloncati rel KA. Namun untuk pemasangan itu pihaknya butuh izin dari PT KAI.
“Izin itulah yang sampai sekarang belum kita peroleh,” kilah Sutrimo. Padahal, pemasangan menurutnya bisa dilakukan saat jam-jam sepi lewatnya KA.
“Jam 22.00 sampai 04.00 WIB tidak ada KA lewat. Pada jam-jam itu kami biasanya memasang beton-beton besar. Tapi kali ini begitu mau memasang ‘steelbox girder’, kami diharuskan dapat izin dulu,” bebernya.
Izin itu pun, katanya, tidak gratis. “Kami diharuskan bayar Rp 1 juta untuk setiap 60 detik. Untuk nyambung diperkiraan butuh 180 menit, sehingga kami harus bayar Rp 180 juta. Kami keberatan karena tak ada anggarannya,” paparnya.
Pengenaan biaya sebesar itu dilakukan guna mengantisipasi gangguan layanan KA. Karena sebelumnya, PT KAI pernah diklaim penumpang akibat tersendatnya perjalanan lantaran terjadinya gangguan pada saat pemasangan steelbox girder di daerah lain.
“Hari ini kami rapat membahas permintaan PT KAI itu,” kata Sutrimo. Jika hari ini izin PT KAI turun, Sutrimo yakin H-10 Lebaran jalan layang sudah dapat digunakan.