Dikukus Tiga Jam Dibungkus Daun Pisang

Bebek Songkem Kukus Khas Pak Salim

Bumbu bebek songkem kukus khas Pak Salim itu merasuk hingga terasa di setiap suwiran daging.

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Heru Pramono
zoom-inlihat foto Bebek Songkem Kukus Khas Pak Salim
surya/ahmad faisol
Bebek songkem kukus Pak Salim
SURYA Online - Bebek menjadi salah satu ikon kuliner Jawa Timur. Aneka olahan bebek menjadi varian baru. Jika biasanya digoreng atau dibakar, bebek yang satu ini jusru dikukus. Ini gaya baru menikmati bebek.

Aneka masakan bebek kian menjamur di Bangkalan seiring semakin ramainya rumah makan setelah Jembatan Suramadu menghubungkan Madura dan Surabaya. Salah satunya bebek songkem kukus yang disajikan unik dengan balutan daun pisang.

Soal rasa, jangan ditanya. Bumbu bebek songkem kukus khas Pak Salim itu merasuk hingga terasa di setiap suwiran daging. Saat tulang disesap, bumbunya terasa. Pasalnya, bumbu yang dioleskan di sekujur bebek, tetap utuh dan tidak mengering seperti jika diolah dengan cara digoreng.

Bagi penyuka pedas, disediakan sambal pedas dengan irisan mangga muda dalam setiap satu porsi bebek songkem kukus. Sudah pasti, rasa pedas bercampur asam merayap di lidah. Bebek Songkem yang ada di Bangkalan masih satu usaha dengan Bebek Songkem Pak Salim di Sampang. Oleh karena Bangkalan menjadi kota terdekat dari Surabaya, Bebek Songkem di Sampang harus melebarkan sayap hingga Bangkalan.

Belum genap berusia sepuluh hari, Rumah Makan Maduresse yang terletak di Jalan Ketengan  Kelurahan Tonjung Kecamatan Burneh itu sudah dibanjiri pembeli, baik dari Bangkalan maupun dari luar kota. Bangkalan yang relatif lebih mudah dijangkau untuk menikmati bebek kukus.

Pemilik Maduresse, Bambang Hermanto menuturkan, bisnis bebek olahan dengan cara dikusus itu hasil kerja samanya dengan Pak Salim, selaku pemilik branch Bebek dan Ayam Songkem. ”Saya tidak menyangka dalam empat hari ini, pembeli banyak,” tuturnya.

Melihat kondisi itu, pria kelahiran Banyuates Kabupaten Sampang itu berencana untuk memperluas dan menambah meja.”Selama empat hari ini, setiap hari saya menghabiskan 100 bebek,” ujar Bambang yang tinggal di Puri Kencana Karah, Surabaya.

Kesan pertama para pengunjung saat menikmati olahan bebek, muncul karena aroma dan rasa bebek. Oleh karena itu, Bambang selalu menggunakan bebek yang baru saja dipotong. Begitu juga dengan bumbunya. Ia memilih bumbu yang baru saja digerus kendati bumbu bebek mudah dibuat dalam jumlah yang banyak.

”Rasa dagingnya mudah ditebak jika menggunakan bebek yang disimpan lama. Bumbunya juga kurang segar kalau disimpan terlalu lama sehingga aroma yang muncul saat disajikan tidak setajam aroma bebek berbumbu segar,” paparnya.

Keputusan menggunakan bahan baku yang masih segar ternyata berbuah manis. Penikmat dari luar kota seperti Sampang dan Surabaya berdatangan bersama keluarga atau rombongan.

Sudah bisa ditebak, mayoritas mereka memilih bebek songkem kukus. Mereka ingin mencicipi bebek songkem lengkap dengan balutan daun pisang.
”Daging bebeknya empuk dan bumbunya meresap hingga ke tulang,” ungkap Mohammad Nuh Al Muhyidin, warga Sampang yang datang bersama tiga anggota keluarganya.

Nuh menuturkan, ia dan keluarganya memang pecinta masakan bebek. Semua olahan masakan bebek sudah pernah disantapnya. Namun, bebek songkem telah menyita perhatian karena bumbu bebek songkem kukus terasa medok.

”Aroma daun pisangnya sangat terasa.Meski dikukus, bebek songkem ini tidak amis. Ini sesuai dengan selera saya,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Nur Aini, warga Kedung Klinter Surabaya. Bersama teman satu profesinya, perawat di RS Haji itu memesan tiga ekor bebek songkem untuk dibawa pulang.

”Saya dengar dari beberapa teman. Ternyata pas seperti yang diceritakan. Rasanya enak. Daging tidak berminyak seperti bebek goreng biasanya. Apalagi ini disajikan saat hangat,” katanya.

Selain bebek songkem, RM Maduresse juga menyajikan bebek songkem goreng, ayam songkem kukus, dan ayam songkem goreng yang tak kalah lezat daripada bebek songkem kukus. Harganya pun terjangkau. Untuk satu ekor bebek songkem kukus dan ayam songkem kukus, dipatok Rp 56.000.
Sedangkan untuk satu potong bebek songkem kukus lengkap dengan nasi seharga Rp 14.000, bebek songkem goreng Rp 15.000. Sedangkan ayam songkem kukus seharga Rp 14.000 dan harga satu potong ayam songkem goreng lengkap dengan nasi Rp 15.000. ”Satu ekor ayam songkem kukus cukup untuk empat hingga lima orang,” tandas Bambang.

Bebek Songkem Kukus Rendah Kolesterol
Sudah menjadi rahasia umum jika daging bebek mengandung kolesterol tinggi. Namun, bebek songkem kukus di RM Maduresse diyakini rendah kolesterol. Rahasianya terdapat pada cara pengolahan bebek yang dikukus tanpa menggunakan minyak goreng.

Bebek dipotong dan dibersihkan. Bagian dada dibelah agar kepala dan leher bebek bisa ditekuk hingga ke belakang. Dengan posisi sungkem itu, setiap ekor bebek yang sudah diolesi bumbu akan dibungkus daun pisang lalu diikat dengan tali yang terbuat dari bambu.

Tidak berhenti di situ, di dasar kotak seng yang menjadi alat pengukus, tertata potongan-potongan batang daun pisang sebagai alas. ”Kandungan minyak yang ada di kulit dan daging bebek akan luruh dengan sendirinya sehingga bebek songkem kukus rendah kolesterol,” terang Bambang.

Untuk mendapatkan daging bebek empuk, pengukusan dilakukan selama tiga jam. Hal itu juga bertujuan agar bumbu benar-benar menyatu dengan daging hingga menembus tulang. ”Untuk pesanan satu ekor bebek songkem kukus, disajikan lengkap dengan bungkus daun pisang. Hidung penikmat akan dimanjakan dengan aroma daun pisang,” jelasnya.
        
Tak Lebih 10 Menit Dari Suramadu
Semakin dekatnya jarak tempuh Surabaya–Bangkalan pasca beroperasinya Jembatan Suramadu, direspons positif oleh warga di Madura khususnya Kabupaten Bangkalan. Puluhan rumah makan dengan aneka olahan makanan, memancing warga dari berbagai kota singgah di Bangkalan.
Hanya dibutuhkan waktu tidak lebih dari 10 menit untuk sampai di RM Maduresse.

Selepas tol Jembatan Suramadu, Anda akan menempuh jarak sekitar 17 km menuju Jalan Ketengan, lokasi RM Maduresse.
”Di jam istirahat, para karyawan di Surabaya menyempatkan diri ke Bangkalan untuk makan siang. Setelah itu mereka langsung bertolak ke Surabaya. Sungguh sebuah keuntungan karena Suramadu,” jelas Bambang.

Keputusan memilih Jalan Ketengan, lanjutnya, tak lepas dari suasana pedesaan kendati berada di pinggir jalur padat. Kebisingan yang ditimbulkan dari lalu-lalang kendaraan seolah terlewatkan suasana pedesaan yang alami.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved