Menolak Tawaran Bank untuk Memperbesar Pabrik (1)

Menyulap Botol Beling Bekas (1)

Penulis: Marta Nurfaidah | Editor: Endah Imawati
zoom-inlihat foto Menolak Tawaran Bank untuk Memperbesar Pabrik (1)
Ahmad Zaimul Haq
Usaha botol 'lawas' di Surabaya tetap bertahan hingga generasi ketiga.
Modernisasi usaha itu mungkin saja dilakukan Ahmad Gaber dan Banun Hadi untuk memperbesar pendapatan. Namun, wejangan sang kakek membuat mereka melanjutkan bisnis apa adanya. Dari Kalimas Baru, orang mengenal botol minyak orang-aring dan serimpi.

Pabrik PT Pyramindo Santana Putra berada di jajaran bangunan tua Kalimas Timur. Kehadirannya melebur menjadi satu dengan suasana jalanan yang berdebu dan rumah-rumah petak liar di pinggir Sungai Kalimas.

Di balik bangunan berpintu biru itu terdengar suara keras barang dimasukkan ke alat penggiling semen (molen). “Itu botol beling bekas dipecah dengan pemukul besi dan digiling sebelum dimasukkan ke oven pemanas,” ujar Ahmad Gaber, Wakil Direktur PT Pyramindo Santana Putra.

Tumpukan karung plastik berisi botol-botol beling bekas menutupi area tempat penggilingan. Tiga orang perempuan bekerja penuh semangat memasukkan potongan botol beling ke dalam molen. Ini adalah pabrik pembuatan botol beling berbahan baku botol beling bekas.

Lima puluh tahun lalu pabrik ini didirikan. Pertama kali dikelola Ahmad bin Syekh Abubakar, sebelum dilanjutkan Hadi bin Syekh Abubakar, ayah Banun Hadi. Direktur perusahaan yang menjalankan dua jenis badan usaha, NV dan PT, ini dipegang kakak Banun, Muhammad Arbi Hadi bin Syekh Abubakar.

"Perusahaan kami berdiri sebelum perusahaan gelas dan botol yang terkemuka saat ini dikenal orang,· papar Ahmad.

Sistem kerja yang diterapkan masih konvensional. Tawaran pihak bank untuk membantu memperbesar pabrik ditolak. Mereka tidak mengubahnya karena wasiat sang kakek. Pekerja di pabrik ini hampir seluruhnya tidak tamat sekolah.

"Malah ada yang tidak sekolah, tetapi kakek berpesan supaya tetap mempekerjakan mereka semua,· tutur Ahmed, suami Banun.

Akibatnya, ketika stok botol beling bekas habis, aktivitas produksi pun berhenti empat hingga enam bulan. Otomatis pekerja tidak memperoleh bayaran. “Tetapi mereka sudah memahami kondisi ini,” ujar Banun. Pekerja ini juga turun temurun bekerja di PT Pyramindo Santana Putra.

Dulu mereka memproduksi semprong, toples besar, botol minyak wangi, botol jamu, minyak orang-aring dan minyak orang meninggal. Sekarang, semprong dan toples besar sudah tidak dibuat kembali. Hanya botol berbagai jenis minyak dan parfum yang diproduksi. Seluruhnya berjumlah 60 desain botol. Masing-masing botol memiliki mesin pencetak sendiri.

Pelanggan mereka adalah dua perusahaan besar, puluhan industri rumah, dan toko-toko parfum yang ada di Jl Panggung, Surabaya. Setiap hari sebanyak 60.000 botol dibuat oleh sekitar 200 orang yang bekerja 24 jam. Mereka terbagi dalam tiga shift kerja, satu botol dikerjakan empat orang dengan tugas berbeda.

Keempat orang itu memiliki tugas sendiri. Pertama disebut tukang dongkel, mengambil botol beling    yang sudah dilebur dalam oven bersuhu 1.200 derajat Celcius ke dalam cetakan. Setidaknya pemanasan ini berlangsung selama seminggu hingga botol benar-benar mencair.

Botol-botol bekas tersebut diperoleh dari pengepul, jenisnya harus botol kaca bersoda tinggi. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam oven pemanas satu jam sekali.

Kedua, tukang gunting yang membuat drat (putaran atas botol). Ketiga, tukang tompo atau kernet, yang mencetak botol supaya memiliki ruang udara. Keempat tukang tompo yang bertugas membawa botol panas ke oven pendingin.

"Pekerja ini sebelum diserahi tugas utama, harus belajar dulu selama dua tahun," ungkap Ali Fitri, Manajer HRD yang mendampingi Ahmad.

Seluruh botol hasil produksi PT Pyramindo Santana Putra ini dikerjakan secara manual. Mesin hanya digunakan sebagai alat bantu saja.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved