Sopir Ugal-ugalan Karena Kejar Setoran?
Penulis: Cak Sur |
[caption id="attachment_199391" align="alignleft" width="300" caption="RINGSEK - Kondisi bus Sumber Kencono dan minibus setelah bertabrakan, Senin (12/9). Foto: antara/syaiful arif "]
[/caption]
SURABAYA | SURYA - Ada banyak faktor penyebab kecelakaan bus. Namun yang sering jadi bahan pembicaraan adalah faktor psikologis sopir, yakni mengantuk, lelah, ugal-ugalan, dan terburu-buru karena dikejar setoran. Tapi benarkah demikian?
Sugianto, kernet bus Restu jurusan Surabaya-Jember, mengatakan, kru (sopir, kondektur, dan kernet) sebagian besar trayek Restu bekerja dengan sistem setoran. "Kami dibebani setoran Rp 500.000 per hari," ujarnya, Senin (12/9).
Lulusan S1 Fisipol ini mengatakan, sistem setoran diterapkan karena sebagian besar kru hanya dikontrak. Sisa setoran, jika ada, baru dibagi untuk kru, dengan perbandingan 50 persen untuk sopir, 30 persen kondektur, dan 20 persen kernet. "Kami hanya dibebani 10 jam kerja per hari, sehingga ada waktu istirahat," ujarnya.
Sistem berbeda diungkapkan Dayat, sopir bus Akas. "Kami pakai sistem premi," ujarnya. Semua perolehan per hari diserahkan kepada perusahaan. Kemudian, kru mendapat persentase, sopir sebesar 15 persen, kondektur 7 persen, dan kernet 5 persen. Kru memang ditarget waktu, dengan interval 5-15 menit. ”Ditunjang banyaknya armada, target waktu jadi tak terasa," ungkap Dayat.
Ini sedikit berbeda dengan yang diungkapkan Tono Tambayong, kondektur bus Akas IV Probolinggo, saat ditemui Surya di Terminal Bungurasih, Senin (12/9). Tono mengatakan, di perusahaannya, penghasilan setiap hari, setelah dipotong untuk solar, dibagi dua, 70 persen masuk perusahaan dan 30 persen untuk kru. Jatah kru ini dibagi tiga, untuk sopir 40-50 persen, kondektur 30-35 persen, dan kernet 15-20 persen. "Kami juga memperoleh THR," ujar pria yang sudah 24 tahun menjadi sopir bus ini.
Sistem premi juga dipakai di PO Ladju. Bambang, sopir Ladju jurusan Surabaya-Jember, dari total pendapat per hari, sopir mendapat bagian 14 persen, kondektur 8 persen, dan kernet 6 persen. ”Kami ditarget waktu, tapi fleksibel ketika ada kemacetan,” tuturnya.
Djoko Sutrisno, 30, sopir bus Mira ekonomi jurusan Surabaya-Jogjakarta, menuturkan, target waktu adalah hal biasa bagi sopir. Yang penting, katanya, adalah bagaimana bisa mengendalikan diri di jalan. "Kami juga pakai sistem premi. Sopir mendapat bagian 10 persen dari pendapatan kotor sebelum dipotong solar dan klaim lainnya," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Bachri (50), sopir bus Sumber Kencono. "Miris kami mendengar kabar kecelakaan itu. Kami selalu saling mengingatkan," ujar sopir bermasa kerja 10 tahun ini. Bachri juga mendapat premi. "Dari pendapatan kotor, sopir mendapat premi 10 persen, kernet 4 persen, dan kondektur 5 persen,” terangnya.
Sistem premi, katanya, cukup untuk membiayai hidup. Dalam keadaan normal, sekali jalan bisa mendapat Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta. Berarti, premi Rp 250.000 sekali jalan.
Baik Djoko maupun Bachri mengatakan, bekerja dengan sistem 3 : 3 atau 4 : 4, artinya mereka akan bekerja selama tiga hari penuh lalu libur tiga hari dan seterusnya.
Sistem pengupahan berpengaruh terhadap kinerja kru bus. Dengan sistem setoran seperti pada bus bumel, kru tidak dibekali uang, melainkan mencari uang sendiri. Sopir akan memburu penumpang habis-habisan agar ada uang sisa setoran. Bus rata-rata cepat rusak karena sopir asal bawa.
Sistem premi, dengan solar dibayar perusahaan, cenderung membuat sopir suka tancap gas sehingga bus cepat aus. Namun, penumpang akan puas karena bus cepat sampai tujuan. Yang aman bagi penumpang adalah sistem premi plus dropping (solar dan kebutuhan operasional dipasok perusahaan). Kru dibayar setiap rit. Sopir akan berhemat solar sehingga bus berjalan lemot.
PO Harapan Jaya Tulungagung menerapkan sistem persentase. Syamsuddin, bagian operasional PO ini mengatakan, perilaku ugal-ugalan sopir bus biasanya memang terkait dengan sistem pengupahan. Di perusahaannya, ketika sepi penumpang, sopir mendapat bagian 10 persen.
Dalam kondisi ramai, persentase dinaikkan menjadi 11 persen. Namun perusahaan yang berpusat di Jl Mayor Sujadi Tulungagung ini menerapkan aturan tegas. “Kalau sistem penggajian karyawan kami sama dengan perusahaan lain. Tapi sikap dan perilaku pengemudi bisa dibentuk dengan penegakan aturan yang tegas,” terangnya.
Pihak Sumber Kencono (Sumber Selamat) juga berulangkali menegaskan ketatnya pengawasan terhadap kru bus. Menanggapi thread di milis, detik, dan juga kaskus, pihak PO ini menegaskan pihaknya menerapkan sistem premi, bukan kejar setoran. Setiap bus dilengkapi dengan GPS untuk mendeteksi posisi dan kecepatan bus. Seminggu sekali kru bus diberi pengarahan tentang safety driving.
"Nanti akan ada ada evaluasi, misalnya, sistem penggajian sopir, apa setoran atau bagaimana, yang membuat sopir buru-buru (ngebut, red)," tutur Wagub Saifullah Yusuf merespons laka Sumber Kencono, kemarin.

Berita Terkait