Marlena Disiksa, Dirantai Bareng Anjing
Penulis: Cak Sur |
[caption id="attachment_174601" align="alignnone" width="621" caption="TERSANGKA PENGANIAYAAN - Tersangka penganiayaan terhadap pembantu, Ny Tan Fang May (47), menangis di hadapan penyidik saat menjalani pemeriksaan di Polrestabes Surabaya, Minggu (22/5). Foto: surya/sugiharto"]
[/caption]
SURABAYA | SURYA - Sebuah drama penyiksaan manusia oleh manusia lain tersimpan erat selama enam bulan di sebuah perumahan mewah di Surabaya Barat. Korbannya adalah pembantu rumah tangga (PRT), pelakunya adalah majikan sekeluarga.
Si korban bernama Marlena, gadis 17 tahun asal Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Ia disiksa oleh keluarga majikannya. Kini sang majikan, Tan Fang May (47) alias Cik Fang; Eddi Budianto (50) suami Fang; Ezra Tantoro Suryasaputra (27) anak pertama Fang; dan Rony Agustian Hutri (32) menantu Fang, mendekam di tahanan Polrestabes Surabaya dengan tuduhan bersama-sama menganiaya Marlena. Sedangkan Hosea (anak kedua) dan Lidya (anak ketiga/istri Rony) masih diperiksa sebagai saksi.
Kini, meski berakhir, penyiksaan itu meninggalkan cacat tetap di tubuh Marlena. Luka-luka itu antara lain, luka bakar dan memar. Bahkan kaki kanan Marlena terancam diamputasi karena terjadi penggumpalan darah dan hampir membusuk.
Sudah tiga tahun Marlena bekerja di keluarga yang tinggal di kawasan Darmo Permai Selatan itu. Namun, baru enam bulan terakhir, tepatnya sejak Desember 2010, penyiksaan begitu hebat. “Korban disiksa secara kejam sejak enam bulan lalu. Kami semua menahan para tersangka yang masih satu keluarga itu,” tegas Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Coki Manurung melalui Kasat Reskrim AKBP Anom Wibowo, Minggu (22/5).
Menurut Coki, setiap hari, Marlena menjadi bulan-bulanan Fang dan keluarganya. Anak baru gede itu dihajar, disiram air panas, sampai disekap di kamar mandi. “Dia bahkan disuruh minum air bekas cucian pakaian kotor,” imbuh Anom.
Selama itu pula, Marlena dipaksa tidur bersama anjing peliharaan keluarga yang diikat di pekarangan belakang rumah. Layaknya anjing, leher Marlena juga dirantai. Marlena tidur tanpa alas bercampur kotoran dan air kencing anjing. Karena tidur di tempat kotor itu, luka-luka penyiksaan di tubuh Marela pun mengalami infeksi.
Setiap kali Fang kesal dengan Marena, dia selalu menyiksanya. Pada April lalu, punggung Marlena disiram air panas hingga melepuh. Fang juga mencubit (maaf) puting payudara dan ketiak Marlena hingga bengkak. Perlakuan serupa diterima Marlena dari Eddi, Ezra, dan Rony. Bahkan mereka-lah yang membantu Fang merantai leher Marlena.
Ada satu modus penyiksaan baru yang diketahui polisi. Kaki Marlena dibungkus kaus kaki, lalu direndam dalam air sabun selama beberapa hari di plastik besar. Hasilnya, kaki Marlena melepuh dan pecah-pecah. Meski terasa nyeri, Marlena tidak bisa menggaruk karena bisa-bisa terkelupas. Seolah belum cukup, Marlena disekap di kamar mandi setiap pukul 17.00 hingga 07.00 keesokan harinya, itu pun dengan mulut tersumpal kain.
Puncak penyiksaan yang dialami Marlena terjadi pada 12 Mei lalu, lantaran gadis itu tidak mau mengakui tuduhan mencuri perhiasan senilai Rp 1 miliar. Fang yang dikenal tempramen itu menginjak-injak seluruh tubuh Marlena, mulai dari kepala, badan, hingga kaki. Fang terus-terusan menginjak kaki Marlena hingga mengalami pembekaan hebat.
Aksi itu dilakukan Fang sampai 14 Mei. Marlena sudah menjalani operasi pengangkatan gumpalan darah di kaki kanannya pada 20 Mei lalu.
“Kaki kanan Marlena mengalami pendarahan dalam. Darah beku itu membuat ukuran kakinya berbeda dengan yang kiri. Marlena harus menjalani operasi, jika tidak kakinya akan semakin membesar dan terancam amputasi,” ungkap perwira asal Jember itu.
Pada 14 Mei, kekejaman Fang tidak berakhir. Marlena yang sudah tidak bisa berdiri lagi itu, kembali disiksa. Fang mengambil sutil yang baru saja dipakai menggoreng dan disundutkan ke kedua lengan Marlena.
Penyiksaan ini baru terungkap ketika Fang menyeret Marlena ke Polwiltabes Surabaya dengan tuduhan mencuri perhiasan. Polisi yang curiga pada kondisi Marlena pun menyelidiki dan mengungkap penyiksaan itu.
Perlakuan yang sama juga dialami dua baby sitter keluarga Fang, yakni Sulasmi (16) dan Dwi Fitri Noryani (19). Namun, perlakuan pada Sulasmi dan Dwi tidak terlalu buruk, karena mereka mengasuh cucu Fang.
Yang aneh, ketiga gadis itu harus menanggung biaya hidup selama bekerja di rumah Fang. Andai Fang merasa porsi makan dan minum ketiganya terlalu banyak, maka mereka diharuskan membayar. Fang juga marah-marah kalau galon air mineral habis. Dia menuduh ketiganya yang menghabiskan minuman itu.
Karena hitung-hitungan itu, Marlena tidak pernah menerima gaji Rp 400.000 per bulan, bahkan harus menanggung utang sampai Rp 9 juta. Dengan jerat utang itu, Marlena tidak bisa berbuat banyak hingga harus menahan siksaan keluarga Fang.
“Pernah kulkas keluarga ini rusak. Nah, kerusakan itu harus ditanggung Marlena. Padahal, umur kulkas itu sudah tua dan sudah waktunya rusak,” imbuh Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polrestabes Surabaya, Iptu Ratmi, yang menangani kasus itu.
Dari rumah itu, polisi menyita 1 sutil, satu termos, selembar kain untuk membungkam, tali rafia, satu rantai anjing dan tiga sapu lidi. Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 80 dan 88 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak serta Pasal 44 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jika terbukti, Fang sekeluarga harus mendekam di tahanan lebih dari 15 tahun.
Periksa kejiwaan
Sementara itu, psikolog Unair Duta Nurdibyanandaru menyayangkan penyiksaan masih terjadi. Ia mengungkapkan, banyak faktor yang memengaruhi sebuah tindakan penyiksaan semacam itu. Di antaranya, faktor masa lalu, lingkungan, dan tekanan sosial yang banyak mendominasi pada masa kini.
“Beginilah hidup di zaman seperti sekarang ini. Stres mudah tersulut. Kalau mereka mampu mengatasi tekanan hidup itu, orang cenderung santun. Tetapi, sebaliknya bisa menjadi-jadi,” ungkap Duta.
Karena itu, kata Duta, kondisi psikologis si majikan perlu diperiksa. “Apakah terkait sejarah masa lampau, sehingga sampai berbuat demikian. Bisa jadi penyebab lain, sehingga memicu perbuatan demikian. Tapi, biasanya kondisi stres akan sangat memengaruhi,” jelasnya.
Namun, Duta enggan berkomentar lebih jauh soal fenomena majikan dan pembantu di Surabaya tersebut. Apalagi sepengetahuannya, baru kali ini ada majikan tega menyiksa dengan merendam kaki detergen dan membiarkan pembantu tidur bersama anjing piaraannya.
“Hidup penuh tekanan adalah salah satu penyebab. Jangankan orang dewasa yang bisa melakukan sesuatu di luar nalar. Anak SD di zaman sekarang yang tidak dibelikan HP memilih gantung diri,” katanya.
Menyerang Balik Saat Diseret ke Polisi
Marlena nyaris hilang harapan. Meski tubuhnya semakin ringkih, deraan dari majikannya belum juga reda. Bahkan terus menjadi tiap hari. Karena gebukan tiap hari itu, lukanya makin perih.
Kengerian semakin membayang ketika si majikan perempuan, Tan Fang May, melontarkan tuduhan baru, mencuri perhiasan senilai Rp 1 miliar. Tentu saja, Marlena tidak mengaku, dan cerita berikutnya bisa ditebak, yaitu penyiksaan berlanjut.
Karena tidak mau mengaku itulah, sejak 12 Mei hingga tiga hari kemudian ia disiksa habis-habisan. Seluruh tubuh Marlena diinjak-injak Fang, terutama kakinya. Akibat penyiksaan itu, kaki gadis Tuban itu mengalami pendarahan dan nyaris busuk.
Akhirnya, Marlena menyerah. ”Ya sudah Cik (tacik) Fang, saya pasrah. Kalau mau dilaporkan polisi silakan,” kata Marlena seperti ditirukan seorang penyidik di Polrestabes Surabaya, Minggu (22/5).
Rupanya, kepasrahan Marlena itu justru membuahkan harapan baru. Ia berharap Fang menyeretnya ke polisi dan dengan begitu justru penyiksaanya bisa terungkap dan berakhir.
Benar saja, pada 16 Mei 2011, Fang sendiri yang membawa Marlena ke Mapolrestabes Surabaya dengan tuduhan mencuri perhiasan senilai Rp 1 miliar itu. “Dia sendiri mengaku kalau mencuri emas milik saya,” ujar Fang dengan tangan menengadah menunjukkan perhiasannya.
Polisi menerima laporan itu. Namun, saat itulah polisi curiga. Penyidik tidak menemukan bukti-bukti pencurian, sebaliknya curiga ada penganiayaan berat setelah menyaksikan kondisi Marlena yang penuh luka itu.
Setelah memproses laporan itu, Fang disuruh pulang, sedangkan Marlena langsung dibawa ke Klinik Polrestabes Surabaya. Saat itulah kasus itu menjadi terang benderang. Dokter menyimpulkan Marlena menjadi korban penganiayaan berat.
Kondisi pun menjadi berbalik, Marlena-lah yang melaporkan majikannya. Polisi pun tak menunggu lama. Mereka langsung menjemput Fang, suami, serta anak dan menantunya karena dianggap terlibat dalam penganiayaan itu.
Sekarang segalanya berbalik 180 derajat. Fang yang sebelumnya mampu menyiksa Marlena begitu rupa, kini mengemis-ngemis minta dibebaskan. Didampingi seorang penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya, Fang yang kini berbaju tahanan oranye itu histeris.
Ia tak berhenti menangis. Dengan terus mengeluarkan air mata, perempuan bertubuh subur itu terus mengungkapkan kekhawatiran akan nasibnya selama di balik jeruji tahanan. “Saya lebih baik mati daripada dipenjara seperti ini,” ujarnya berkali-kali.
Bahkan, dia meminta agar polisi melepaskan dia dan keluarganya karena dia sudah meminta maaf kepada Marlena serta keluarganya. “Saya kan sudah minta maaf. Jadi lepaskan saya,” rengek Fang.
Kanit PPA Sat Reskrim Polrestabes Surabaya, Iptu Suratmi, menjelaskan, andai saja Fang tidak melaporkan Marlena, maka kondisi gadis itu bisa lebih buruk.
“Saat kami periksa, kondisi Marlena sangat lemah. Karena itu, saat tersangka Fang pulang, kami meminta Marlena mengaku kondisi yang dialaminya. Untung dia membuka diri dan menceritakan semua yang dialaminya,” tandas Suratmi.
Sementara itu, laporan adanya pencurian perhiasan milik Fang yang dialamatkan ke Marlena, sampai sekarang tidak terbukti. Polisi tidak menemukan indikasi pencurian yang dituduhkan Fang. Polisi menduga, tuduhan itu dibuat Fang agar hidup Marlena semakin hancur.
Di sisi lain, kasus ini membuat Ezra melupakan niatnya untuk merayakan wisuda gelar kesarjanaannya. Pada 14 Mei, Ezra memang diwisuda kampusnya di kawasan Jl Dinoyo. Namun, baru merasakan kelulusan, Ezara sudah ditangkap polisi karena kasus ini.

Rekomendasi untuk Anda