Lulusan RSBI Minim ke PTLN
Isa: Apa Bedanya dengan Sekolah Reguler
SURABAYA - SURYA- Sudah lima tahun Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) berlangsung di Surabaya. Namun, keberadaan sekolah ini mulai dipertanyakan.
Salah satu penyebabnya, lulusan sekolah ini tak ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi luar negeri (PTLN). Padahal hingga saat ini sudah dua angkatan lulusan dihasilkan dari sekolah berbiaya tinggi ini.
Kalau pun ada yang melanjutkan ke PTLN itu hanya satu dua. "Memang sangat sedikit lulusan kami yang kuliah di luar negeri. Mungkin satu dua anak. Biasanya yang juara olimpiade internasional," jelas Damari, Wakil Kepala Bidang Kurikulum SMAN 5 Surabaya, Senin (18/10).
Lulusan Unesa ini memberi alasan tak diminatinya PTLN, salah satunya faktor orangtua yang tak mengizinkan anaknya menempuh pendidikan di LN.
Namun sekolah yang pertama kali ditunjuk sebagai RSBI di Surabaya sejak lima tahun lalu itu, tetap merasa bangga karena banyak lulusannya diterima di perguruan tinggi negeri (PTN). Pihak SMAN 5 mencatat pada tahun 1999/2010 yang diterima di ITB 18 siswa, ITS 73, IPB 2, UI 17, UGM 13, Unair 136, Unibraw 16, Unpad 1, UNS 4, serta Unesa 2.
Dalam ketentuannya, selama menempuh pendidikan di RSBI para siswa dianjurkan mengikuti tes Cambridge (Inggris). Ini nantinya sudah merupakan tiket untuk kuliah di PTLN. Untuk tes ini diperlukan biaya di atas Rp 1 juta. Belum lagi buku-bukunya juga sangat mahal. Inilah yang membuat biaya RSBI mahal.
Padahal sesuai ketentuan pendirian RSBI sebagai tolak ukurnya, para lulusannya bisa melanjutkan ke PT internasional. Artinya, kalau tidak ada yang melanjutkan studi ke PTLN maka tidak ada bedanya dengan sekolah reguler atau non-RSBI.
Selain tidak adanya lulusan RSBI yang tidak melanjutkan ke PTLN, kemampuan berbahasa Inggris para guru juga rendah.
SMAN 5 saat ini memiliki 83 guru. Dari jumlah ini yang cakap berbahasa Inggris hanya 55 persen.
Kondisi yang sama dialami SMAN 2 Surabaya yang baru tahun pertama dipercaya sebagai RSBI. Di atas 70 persen guru di sekolah ini, tak cakap bahasa Inggris. “Kami baru tahun pertama sehingga banyak kekurangan. Ada waktu 4 tahun untuk berbenah,” ungkap Jonny Sucahyono, Koordinator RSBI SMAN 2 Surabaya.
Ketua II Dewan Pendidiakn Surabaya Isa Anshori menyatakan, hasil penelitiannya memang hanya ada nol koma sekian persen yang melanjutkan ke PTLN. “RSBI tak ada urgensinya. Kalau hanya membidik nilai Unas dan diterima di PTN, apa bedanya dengan sekolah reguler. Hanya menguras anggaran yang tidak efektif,” ucap Isa.
Di Surabaya, anggaran pendidikan 2010 Rp 1,3 triliun. Dari jumlah ini, Rp 78 miliar untuk pembangunan 10 RSBI. Menurutnya, akan lebih baik kalau anggaran ini diperuntukkan kemajuan sekolah kawasan yang relatif tak diperhatikan. fai