Tersangka Ambruknya Jembatan Kalisari Belum Ditahan
Penulis: Cak Sur |
SURABAYA | SURYA Online - Direktur Utama PT Wahana Adya, Dhiang Pinardi, tersangka dalam peristiwa ambruknya Jembatan Kalisari Damen, Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), tidak ditahan. Tersangka terancam hukuman lima tahun penjara, karena dianggap melanggar pasal 359 KUHPidana tentang kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dan/atau pasal 43 ayat 1 Undang-undang nomor 18 tahun 1999 tentang jasa dan konstruksi
MenurutĀ Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Surabaya Timur, AKBP Eko Iswantono, ada beberapa alasan mengapa Dhiang tidak ditahan hingga saat ini. "Di antaranya, yang bersangkutan tidak akan melarikan diri dan tidak akan menghilangkan barang bukti. Selain itu, sampai saat ini tersangka masih memiliki tanggungan pekerjaan," katanya di Mapolersta Surabaya Timur, Selasa (3/2).
PT Wahana Adya, menerima wewenang penuh dari CV Tirta Adinugroho untuk menyelesaikan pekerjaan perencanaan teknis pembangunan sarana persampahan di kawasan Kalidami, Surabaya. Sebagai bentuk kompensasi kepada warga, pimpinan proyek membangun jembatan untuk pejalan kaki yang menghubungkan Kejawan Putih Tambak dengan Kalisari Damen.
Namun, dalam pelaksanaan proses, pada 10 Desember 2008 lalu, jembatan tersebut ambruk dan menimpa 12 orang pekerja, tiga diantaranya tewas di tempat kejadian. Polisi pun menyelidiki kasus itu dengan meminta keterangan sejumlah Keterangan dari sejumlah saksi mulai dari kuli, PT Waskita Karya selaku pelaksana proyek milik Pemprov Jatim senilai Rp 2,5 miliar itu, PT Cipta Karya selaku pengawas proyek, saksi ahli dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
"Dari beberapa orang yang kami periksa, ternyata kesalahan ada pada pihak perencana proyek tersebut. Sebelumnya perencana proyek itu adalah CV Tirta Adinugroho, tapi kemudian dilimpahkan kepada PT Wahana Adya," katanya.
Kapolresta memaparkan, ada beberapa kesalahan teknis dalam perencanaan proyek tersebut, di antaranya beban jembatan tersebut seharusnya 266 ton per meter, tapi sesuai perencanaan jembatan itu dibangun dengan kapasitas beban 71,50 ton per meter. Polisi juga menemukan adanya kesalahan sistem perangkaan badan jembatan. Besi yang seharusnya terpasang adalah besi berukuran 19 milimeter sebanyak 28 batang. Namun sesuai perencanaan, jembatan tersebut dibangun dengan rangka besi sebanyak delapan batang.
"Sehingga patahan jembatan itu langsung jatuh melesak ke dasar sungai. Berbeda kalau sistem perangkaannya benar, tentu jatuhnya akan perlahan-lahan," kata Eko didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Surabaya Timur, AKP Hartoyo. ant
Rekomendasi untuk Anda