Kilas Balik
Momen Kecil Bermakna Sebelum Teks Sumpah Pemuda 1928 Dibacakan - Jadi Lambang Persatuan
Dibalik peristiwa sumpah pemuda 28 Oktober 1928, ada sebuah momen kecil yang sangat bermakna sebagai lambang persatuan. Simak ceritanya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Dibalik peristiwa sumpah pemuda 28 Oktober 1928 yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, ada sebuah momen kecil yang sangat bermakna sebagai lambang persatuan
Hasil putusan Kongres Pemuda Indonesia II (1928), yang dikenal dengan sumpah pemuda, telah menjadi tonggak bersejarah bagi perjalanan bibit-bibit nasionalisme dan persatuan bangsa Indonesia.
Sejak berlangsungnya Kongres Pemuda I (1926), cita-cita Indonesia ke arah persatuan diawali dengan terbentuknya permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI).
Disamping itu, sejumlah pendekatan pribadi antartokoh pemuda berlangsung intensif, demi terwujudnya persatuan pemuda Indonesia.
Salah satu tempat berkumpul mereka itu ialah Indonesische Clubgebouw di jalanKramat Raya 106.
Baca: Ridwan Kamil Sebut Cerita Hoax Ratna Sarumpaet Rugikan Warga Kota Bandung, Sebaiknya Minta Maaf
Baca: Belum Dirilis, Single Kedua Lucinta Luna Sudah Dicibir, Suaranya Jadi Sorotan
Seperti dikutip dari Majalah Hai edisi 1985 dan 1992
Gedung ini tak hanya asrama, tapi juga jadi tempat diskusi para mahasiswa.
Mereka bahkan berlatih seni dan saling tukar pikiran di gedung tersebut.
Pikiran-pikiran itu akhirnya memunculkan keinginan yang sama untuk membuat kongres pemuda yang kedua.
Susunan panitia kongres pun dibentuk.

Soegondo Djojopuspito dari PPPI dipilih sebagai ketua panitia. Djoko Marsait (Jong Java) sebagai wakilnya, sementara Moh. Yamin (JSB) dipilih sebagai sekretaris.
Biaya kongres yang rencananya akan diadakan pada 27-28 Oktober 1928 itu ditanggung secara bersama-sama dari perkumpulan pemuda dan sumbangan dari berbagai pihak.
Suratkabar Sin Po (Maleische Editie) yang terbit di Batavia menyiarkan rencana kongres itu lewat sebuah berita yang berakhir dengan kalimat ajakan:
"Congres Kaoem Moeda Indonesia ... Datanglah ke congres ini djangan loepa. Pengoeroes."
Hari pertama kongres, dilangsungkan malam minggu, 27 Oktober dari pukul 19.30 hingga 23.30 di gedung Katholieke Jongenlingen Bond Waterloopein (belakang Katedral).
Hari kedua, 28 Oktober 2018, dilakukan pagi hingga malam.
Pagi di Oost Java Bioscoop, Koningsplein Noord (Medan Merdeka Utara 14, sudah dibongkar).
Sementara malam hari digelar di Indonesische Clubgebouw.
Yang hadir dalam kongres kedua kali ini memang lebih banyak.
Tak hanya utusan organisasi pemuda, tapi juga ada utusan dari organisasi orang dewasa, anggota Volksraad, wartawan, sampai ke perorangan pun datang.
Jumlahnya diperkirakan 750 orang.

Di kongres inilah sejumlah pidato hebat berkumandang.
Soegondo Djojopuspito mengurai sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
"Perangilah pengaruh bercerai berai dan majulah terus ke arah Indonesia bersatu yang kita cintai," seri Soegondo.
Mohammad Jamin muncul dengan pidato lewat rangkaian kalimat yang cermat dalam naskah yang berjudul "Persatuan dan Kebangsaan Indonesia."
Ada satu hal kecil yang cukup bermakna saat itu.
Sebagai lambang persatuan, para pemuda melepas semua bentuk penutup kepala. Entah itu topi, ikat kepala, atau blangkon.
Mereka memutuskan memakai peci hitam sebagai ciri bangsa Indonesia.
Sugondo Djojopuspito akhirnya membacakan rumusan keputusan kongres.
Suratkabar Pemoeda Soematra kemudian menyebar luaskan secara lengkap hasilnya.
Di tiap peringatan Hari Sumpah Pemuda, ikrar (demikianlah
sebetulnya ia disebut) hingga berubah menjadi 'sumpah' itu berkumandang kembali.
Berikut teks Sumpah Pemuda 1928:
"Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah yang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe, Bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."