Berita Pasuruan
Cuaca Ekstrem dan Susah Air, Petani Jeruk Siam Pasuruan Merugi
Tahun ini, panen jeruk siam merosot jauh. Hasilnya menukik tajam. Banyak petani yang merugi karena gagal panen.

SURYA.co.id | PASURUAN - Para petani jeruk siam di Desa Sibon, Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan, merugi. Meski sudah memanen jeruk di kebunnya masing-masing, Rabu (8/8/2018) sore, petani tampak tak bersemangat.
Penyebabnya, karena hasil panen mereka tak sebagus biasanya. Tahun ini, panen jeruk siam merosot jauh. Hasilnya menukik tajam. Banyak petani yang merugi karena gagal panen.
Perbedaan hasil panen tahun ini dibandingkan tahun lalu memang sangat signifikan. Jika di tahun sebelumnya, satu petani jeruk siam bisa memanem 15–17 ton untuk ukuran satu hektar kebun jeruk siam, tahun ini panen petani hanya berkisar 10–12 ton.
Suhadi, salah satu petani jeruk siam, menjelaskan, penyebab kegagalan hasil panen tahun ini akibat cuaca ekstrem.
Musim hujan berkepanjangan, dan musim kemarau yang tak menentu, membuat jeruk siam tidak stabil.

Kata dia, hal itu berdampak pada hasil panennya. Ia menyebutkan, hasil panen berpengaruh pada musim kemarau dan hujan.
Jika siklus perpindahan antara musim kemarau dan hujan normal, hasil panen juga pasti akan normal.
“Kemarin tanaman jeruk setiap hari terkena hujan berkepanjangan dan langsung terkena panas berkepanjangan juga. Apalagi, kawasan sini kalau musim kemarau, air pun susah. Jadi tanaman haus air, dan akibatnta tumbuh kembangnya tidak wajar,” jelasnya.
Bapak dua anak ini menerangkan, tahun ini, ia hanya mampu memanen jeruk 11 ton. Ia mengaku sangat rugi besar sekali.
Sebab, hasil panen tahun ini rencananya akan digunakan untuk modal usaha dan memperbaiki rumahnya.
“Ya rugi, apalagi harga jual jeruk sekarang ya turun. Tengkulak ya melihat kualitas dan kuantitas jeruk siam ini. Karena cuaca ekstrem, ukuran jeruk juga semakin kecil. Kurang bagus. Tengkulak tidak mau harga biasanya,” tambahnya.
Dulu, jika ukuran normal, kata dia, tengkulak, mau membeli Rp 7 ribu – Rp 10 ribu per kilogram. Karena kondisinya seperti ini, tengkulak hanya mau membeli harga Rp 5 ribu per kilogramnya.
“Mereka alasannya biaya pengirimannya mahal. Karena petani di sini biasanya menjual ke Jogjakarta, Lampung, Kalimantan, dan luar pulau. Makanya, transportnya mahal sekali. Dan tengkulak tidak mau berspekulasi,” ujarnya.
-
Gedung Sentra Pelayanan Baru Polres Pasuruan, Sehari Bisa Layani 100 Pemohon SKCK
-
Pria Kota Pasuruan Bobol Rumah Warga, Sempat Menghilang Tiga Bulan dan Ditangkap di Pulau Dewata
-
Pengurus Klenteng Tjoe Tik Kong Pasuruan Lakukan Bersih-bersih Patung Sambut Imlek 2019
-
Kinerja PDAM Kabupaten Pasuruan Disorot Anggota Dewan : Belum Ada Susunan Rencana Kerja
-
Gelar Kegiatan Sosial, d'Gunungan at The Taman Dayu Ajarkan Banyak Hal Ini ke Ratusan Anak Yatim