Dirkeu PT Barata Didakwa Korupsi 22,6 Miliar
Kerugian negara tersebut berasal dari aset negara berupa tanah di Jalan Ngagel 109 Wonokromo
Penulis: Musahadah | Editor: Rudy Hartono

Jumlah ini berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) keuangan negara yang dikorupsi mencapai Rp 21,795 miliar.
Hal ini diungkapkan Anang Supriatna, penuntut umum KPK saat membacakan dakwaan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (19/9/2012).
Kerugian negara tersebut berasal dari aset negara berupa tanah di Jalan Ngagel 109 Wonokromo, Surabaya yang dijual terdakwa tanpa prosedur yang sesuai.
Penjualan tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.013/1991 tentang Pemindahan Aktiva Tetap BUMN.
Dijelaskan Anang, dugaan korupsi ini berawal dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Barata pada 30 Desember 2002. RUPS itu mengesahkan rencana kerja anggara perusahaan (RKAP) dan menyetujui penjualan aset Barata berupa tanah 58.700 meter persegi dan bangunan 56.658 meter persegi di Jalan Ngagel 109 Surabaya.
Pada 19 Agustus 2003, Harsusanto selaku Dirut PT Barata meminta persetujuan tertulis penjualan aset ke Menteri BUMN. Menteri menyetujui itu dengan mengeluarkan surat S-501/MBU/2003 tertanggal 9 Desember 2003. Kemudian di bulan itu juga Harsusanto melakukan pertemuan dengan Sutopo Sambudi (senior chief Itochu Corporation) dan Ki Soedjatmiko (Dirut PT Surya Citra Indoraya), untuk mencari pembeli aset PT Barata yang akan dijual.
Singkatnya, setelah beberapa kali ditawar beberapa calon pembeli, aset PT Barata dijual kepada Shindo Sumidono (PT Cahaya Surya Unggul Tama).
Penjualan ini menjadi masalah karena harga dilepas jauh dari harga pasaran dan itu berhasil dilakukan atas inisiatif dan usaha terdakwa Mahyuddin.
"Perbuatan terdakwa menjadi pintu memperkaya terdakwa dan tim taksasi penjualan aset sebesar Rp 894 juta dan Shindo Sumidomo alias Asui atau PT Cahaya Surya Unggul Tama sebesar Rp 21,770 miliar ditambah dengan kekurangan pembayaran talangan PT Barata atas SPPT PBB tahun 2004 oleh PT cahaya Surya Unggul Tama sebesar Rp 25,6 juta,"terang Anang.
Atas dugaan itu, Anang menjerat Mahyuddin dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1991 diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.